Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak dilakukan studi empiris maupun historis bila dibandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi yang lain.  Sistem keuangan pada zaman Rasulullah digunakan bimetallic standard, yaitu emas dan perak (dirham dan dinnar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat.
            Sebuah pertanyaan awal yang mesti dijawab adalah apakah keberadaan fiduciary money dalam ekonomi islam diperbolehkan ?  Adakah mekanisme yang memungkinkan untuk mencapai kestabilan nilai tukar fiduciary money dengan menghilangkan penggunaan suku bunga dan instrument lain yang dilarang dalam syariah ?
            Dalam Al-Qur’an maupun sunnah tidak ditemukan secara spesifik keharusan untuk menggunakan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai standard nilai tukar uang (full-bodied monometallic standard).  Khalifah Umar Bin Khatab (23/644), telah mencoba untuk memperkenalkan jenis uang dari kulit binatang.  Oleh beberapa fuqaha terkemuka keberadaan uang fiducier ini juga mendapat dukungan seperti Ahmad Ibn Taimiyah (505/1328).  Merujuk dari pendapat para fuqaha ini tidak diketemukan akan keharusan memakai emas dan perak sebagai alat pembayar, walaupun pada masa itu keberadaan full-bodied money merupakan sebuah kelaziman.
            Namun disamping membolehkan uang fiducier, Ibn Taimiyah mengingatkan bahwa penggunaan unag ini akan mengakibatkan hilangnya uang dinar dan emas dari peredaran karena adanya hukuman Gresham.  Imam Al-Ghazali (1058-111 m) memperbolehkan penggunaan unag yang tidak dikaitkan dengan emas/perak selama pemerintah mampu menjaga nilainya.

Daftar Pustaka
Karim, Adiwarman. 2010. Ekonomi   Makro Islami. Jakarta : Rajawali Pers