Sekedar untuk memudahkan pengenalan masalah koperasi, maka disini akan digunakan suatu premis bahwa perkembangan koperasi pada umumnya ditentukan oleh tiga faktor ialah: iklim, pembiayaan dan organisasi/manajemen koperasi.  Selain itu terdapat faktor lainnya yaitu budaya.
           Istilah iklim ini tampaknya cukup relevan dengan kenyataan yang terjadi dan bagaikan didalam alam, maka iklim koperasi memang selalu berubah sejalan dengan perubahan situasi politik dan ekonomi di negara kita.  Kondisi setempat dapat juga menunjukkan perbedaan-perbedaan, seperti halnya pada alam di mana terjadi “hujan local”, “terang” dan sebagainya. Unsur  iklim yang paling besar pengaruhnya dan paling menentukan adalah pemerintah sendiri, di pusat maupun di daerah.
           Karena itu krisis-krisis politik dan ekonomi selalu merupakan ancaman bagi perkembangan koperasi juga sikap dan tindakan aparat pemerintah atau perorangan pegawai pemerintah dapat mempengaruhi perkembangan koperasi dalam arti makro maupun mikro. Oleh karena itu makan perjuangan koperasi untuk bertahun-tahun lamanya adalah memperoleh kepastian,bahwa pemerintah (dan orang-orang pemerintah) memang secara sungguh-sungguh melindungi dan membantu koperasi sebagai bagian dari iklim yang diperlukan bagi pertumbuhan koperasi.
           Juga sikap masyarakat sendiri mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan koperasi. Adalah suatu hal yang cukup menarik bahwa perhatian terhadap koperasi adalah sangat besar dari kalangan masyarakan sendiri, yang tampak dari pembicaraan, diskusi, perdebatan dan kritik yang muncul pada berbagai kesempatan maupun melalui media massa. Mungkin hal ini disatu pihak disebabkan karena koperasi merupakan bentuk usaha yang menurut struktur ketataniagaan dan undang-undang harus dilindungi dan dibantu pemerintah dan pihak lain karena sistem manajemen yang “terbuka” yang selalu mengundang perhatian dari berbagai pihak.
Koperasi yang secara konsepsional merupakan bagian dari masyarakat sebenarnya memerlukan pengertian dan dukungan dari lingkungannya untuk dapat berkembang dengan baik dan oleh karena itu banyak usaha yang dilakukan oleh koperasi (maupun pemerintah) untuk mempengaruhi pendapat masyarakat melalui pengerangan, seminar dan cara-cara popular yang lain.

           Saingan dan ancaman dan usaha non koperasi merupakan unsur iklim lain yang sangat berat bagi koperasi dan seringkali memberikan pukulan yang mematikan. Kopersi lahir dalam kondisi yang tidak menguntungkan, karena pada umumnya koperasi sesuai dengan warisan sejarah, dilahirkan dalam lingkungan yang serba miskin. Miskin dalam ekonomi, dalam aspirasi, dalam kemauan, dalam cita-cita, dalam kesadaran dan dalam pengetahuan. Bersamaan dengan itu usaha koperasi dikembangakan dalam suatu sistem ekonomi yang boleh dikatakan sudah mampu dan “terbagi habis” oleh pelaku-pelaku yang ada sejak puluhan tahun.

           Struktur tataniaga yang ada misalnya tidak bersedia memberikan peluang dan tidak bersimpati pada datangnya usaha baru dalam bidang yang sama, bagaimanapun juga adilnya aspirasi yang mendorong, seperti halnya pada kopersi.
Kalau koperasi berhasil melaksanakan usahanya dalam bidang tertentu hal ini dilakukan dengan mengambil atau merebutnya dari yang sudah ada ditangan orang lain. Mendesak orang lain atau “diambil dengan paksa” melalui kebijaksanaan pemerintah.  Oleh karena itu maka kebijaksanaan pemerintah ini begitu besar artinya bagi perkembangan kopersi di Indonesia.

           Bertindak sebagai alat kebijaksanaan ekonomi pemerintah juga bukan soal yang mudah. Masalah yang dihadapi umumya adalah besar, rumit dan sulit dalam pemecahannya serta selalu merupakan isyu yang peka karena menyangkut kepentingan orang banyak (pangan, pupuk, barang-barang keperluan pokok dan sebagainya). Masalahnya menjadi makin sulit karena keterbatasan peralatan yang dimiliki koperasi dan kecilnya pendapatannya koperasi yang diperoleh dari kegiatan semacam itu. Disamping adanya pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah sendiri trhadapa koperasi-koperasi yang bersangkutan ketrbatasan-keterbatasan seperti ni sering kali membuat daya juang dan daya saing koperasi menjadi kurang efektif dan dapat memberikan image yang merugikan bagi koperasi sendiri.

          

           Gejala-gejala kelelahan mental akibat dari keadaan seperti itu sudah mulai tampak dari hal lini hanya dapat diatasi kalau di samping “accu orang koperasi siisi kembali:.Melalui pendidikan, pembinaaan dan sebagainya, koperasi juga dilengkapi dengan alat-alat yang memang diperlukan tanpa beban yang tidak trpikul: juga disertai dengan memberikan perangsang yang cukup untuk dapat meningkatkan pendapatan koperasi.

           Faktor-Faktor yang menunjang perkembangan koperasi adalah susuai dengan daerah pertumbuha koperasi yang pada umumnya miskin modal (karena keanggotaan koperasi umumnya adalah golongan ekonomi lemah), maka dapat dipahami mengapa koperasi sulit dapat menghimpun modalnya dari lingkungan anggota-anggotany asendiri dalam jumlah yang memadai dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Masalahnya makin menjadi gawat pada waktu koperasi menuntut tempatnya dalam pembangunan ekonomi nasional. Kalau koperasi hanya mengandalkan kemampuannya sendiri untuk membentuk modalnya dari dalam, mungkin koperasi sudah ketinggalan dan ditinggalkan oleh pembangunan itu sendiri. Peranan kopersi dalam pembangunan ekonomi yang ada sekarang hanya dapat dilakukan setelah pemerintah secara khusus memberikan bantuan yang memungkinkan koperasi dapat memperoleh pembiayaan.

           Kita sudah lama tahu bahwa sistem perbankan yang ada tidak banyak membantu koperasi, karena ketentuan perkreditan yang berlaku, sulit sekali dipenuhi oleh koperasi. Baru setelah pemerintah membentuk lembaga jaminan terhadap koperasi seperti Lembaga Jaminan Kredit Koperasi yang bernaung dibawah Direktorat Jendral Koperasi dan bentuk jaminan yang lain, maka mulai meningkat kredit yang berasal dari bank maupun sumber lain, “meskipun masalah kredit bagi koperasi belum dapat dipecahkan secara memuaskan. Masalah biaya bagi koprasi ini untuk jangka panjangnya dapat di pecahkan melalui system mobilisasi dana dalam sector koprasi sendiri, akan tetapi untuk jangka pendek dan menengah sulit di bayangkan bahwa koprasi dapat memecahkan keperluan modalnya tanpa bantuan pemerintah. Pemecahan persoalan permodalan ini bukan hanya mengenai tersedianya dana, akan tetapi juga persyaratan dan prosedurnya.

Kredit candak kulak adalah sangat populer karena murah, cepat penyelesaiannya, prosedurnya sederhana dan tidak memerlukan persyaratan yang memberatkan peminjam (bunga 1% sebulan all in dan tidak memerlukan jaminan), dan dengan demikian merupakan kredit yang dapat memenuhi kebutuhan nyata dari lapisan terbawah pedesaan.

           Berbagai pihak menganggap sebagai suatu kebijaksanaan yang wajar, kalo pemerintah berpartisipasi dalam penyusunan modal koprasi, seperti yang terjadi di banyak negara dan bersama-sama dengan koprasi menanggung resikonya.

            Sebenarnya faktor organisasi dan manajemen merupakan kunci bagi suksesnya koperasi. Tetapi dalam urutan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi, tampaknya iklim dan pembiayaan merupakan prioritas pertama. Manajemen berkaitan pula dengan masalah sumber daya manusia itu sendiri.  Para pengurus koperasi, sebaiknya memahami lebih cermat dan teliti apa sebenarnya yang dimaksud dengan manajemen dalam kehidupa berkoperasi.  Guna mewujudkan manajemen koperasi yang tepat, perlu pula disusun suatu mekanisme kerja yang benar-benar mampu mengembangkan jiwa bisnis dalam koperasi.  Selain itu, perlu adanya hubungan yang lebih jelas antara koperasi dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lainnya seperti BUMN dan swasta, sehingga diperoleh hubungan kemitraan kerja yang berangkat dari satu tujuan yang sama, selain perlunya kerjasama yang lebih realistis antara pemerintah dan masyarakat.  Sistem manejemen yang baik adalah faktor yang paling penting untuk suksesnya koperasi. Dalam menerapkan manejemen, pengurus mempunyai tanggung jawab untuk merumuskan kebijaksanaan, menyetujui tanggung jawab untuk merumuskan kebijaksanaan, menyetujui rencana dan program, melimpahkan wewenang kepada manajer.

          


           Dalam masalah budaya ditemukan pula seperti pada saat pemilihan ketua.  Seharusnya yang menjadi ketua koperasi adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang koperasi tetapi pemilihan ketua biasanya karena faktor sungkan dikarenakan orang tersebut disegani oleh masyarakat sekitar.  Memang diperlukan faktor kesungkanan itu, misal karena orang tersebut memiliki kharismatik tersendiri tetapi kita juga harus lihat dari kemampuan orang tersebut, apakah orang itu dapat menjadikan koperasi yang dipegangnya sebagai koperasi yang diandalkan bagi kesejahteraan anggotanya.

Sumber
Anoraga, Panji, dkk. 2007. Dinamika Koperasi. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA