Sebelum
menganalisis isi UU no.5 tahun 2011, ada baiknya kita mengetahui sejarah dari
pembentukan UU tersebut. UU ini pertama kali disahkan oleh
Presiden kita Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 3 Mei 2011.
UU ini terdiri dari 62 pasal yg dibagi kedalam 16 bab yg mengatur
dari hak & kewajiban, perijinan Akuntan Publik , kerja sama Akuntan
Publik,"SANKSI ADMINISTRATIF".
Tujuan
dari UU Akuntan Publik ini adalah untuk melindungi kepentingan publik,
mendukung perekonomian yg sehat, efisien, dan transparansi, memelihara
integritas profesi AP, meningkatkan kompetensi dan kualitas profesi AP,
melindungi kepentingan profesi AP sesuai dengan standard dan kode etik profesi.
Beberapa
point hal baru antara lain: terkait jasa (pasal 3), proses menjadi AP &
perijinan AP (pasal 5&6), rotasi audit (pasal 4), AP asing (pasal 7),
Bentuk usaha AP (pasal 12), Rekan non AP (pasal 14-16), Pihak terasosiasi
(pasal 29 & 52), KPAP (komite profesi akuntan publik) (pasal 45-48), OAI
(organisasi audit Indonesia) (pasal 33-34), Kewenangan APAP (asosiasi profesi
akuntan publik) (pasal 43-44), Tanggung jawab KAPA/OAA (pasal 38-40), Jenis
sanksi administrasi (pasal 53), dan Sanksi pidana (pasal 55-57).
Konvegerensi PSAK ke IFRS
International Financial Reporting
Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan
penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures
yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan
hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan
globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu negara ikut serta
dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional
yang berlaku sama di semua negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis.
Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di
Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinan
penilaian aset menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan
dengan basis “true and fair” (IFRS framework paragraph 46).
Mengadopsi IFRS berarti menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan
membuat perusahaan bisa dimengerti oleh pasar dunia (global market).
Indonesia, sebagai suatu negara berkembang pun tidak ketinggalan
dalam mengadopsi IFRS. Adopsi PSAK ke IFRS pun semakin menggaung ketika IAI
mencanangkan konvergensi penuh IFRS ke PSAK pada tahun 2012. Diharapkan, dengan
adanya konvergensi ini dapat memudahkan pemahaman terhadap laporan keuangan
yang dikenal secara internasional serta dapat meningkatkan arus investasi.
Apa manfaat konvergensi IFRS?
Diantaranya
adalah :
- Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional.
- Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
- Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.
- Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
- Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
Dampak Konvergensi
IFRS
Dampaknya,
dengan mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang
akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu
perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS
dalam laporan keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah
mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal
global.
Negara
kita Indonesia, konvergensi IFRS dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin daya saing nasional.
Perubahan tata cara pelaporan keuangan dari Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP), PSAK, atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan
menjadi aspek kompetensi wajib-baru bagi akuntan publik, penilai (appraiser),
akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik.
Setelah
uraian diatas bagaimana Indonesia mengkonvergensi IFRS, mari kita lihat dari
sisi lain bagaimana kondisi tenaga akuntan Indonesia dalam menghadapi perubahan
PSAK menjadi IFRS.
Liberalisasi
jasa akuntan se-ASEAN dalam kerangka AFTA 2015, tampaknya bukanlah masalah
enteng bagi keprofesian. Persaingan ketat dengan akuntan-akuntan negara
tentangga pada medan tersebut, baukanlah persoalan mudah, bila merujuk posisi
kekuatan dalam peta ASEAN. Kita masih kalah dari segi jumlah. Tak sedikit pula
yang menyangsikan kualitas kompetensi akuntan Indonesia bila dibandingkan
dengan akuntan-akuntan dari Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Data
Jumlah Akuntan ASEAN tahun 2010 di masing-masing negara menyebutkan, yang
menjadi anggota IAI hampir 10.000. Hal ini jauh tertinggal dengan Malaysia
(27.292), Filipina (21.599), Singapura (23.262), dan Thaiand (51.737). Berdasarkan
data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan
jumlah akuntan publik di Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan dibandingkan
dengan negara tetangga. Dengan hanya bermodal 1.000 orang akuntan publik pada
tahun 2012, Indonesia tertinggal jauh dengan Malaysia (2.500 akuntan publik),
Filipina (4.941 akuntan publik), danThailand (6.000 akuntan publik). Padalah
Indonesia adalah negara yang besar, dengan perkembangan ekonomi yang
mengesankan dan suberdaya alam melimpah, sehingga dibutuhkan banyak akuntan
berkualitas untuk mengawal pembangunan ekonomi agar semakin efisien dan efektif
dengan kekuatan integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
AFTA (ASEAN
Free Trade Area) atau yang lebih dikenal dengan perdagangan bebas di Negara
ASEAN. Event ini akan dilaksanakan tepatnya ditahun 2015. Menghadapi event ini,
Tenaga akuntan Indonesia seperti yang dipaparkan diatas akan mengahdapi
tantangan yang cukup berat, hal ini disebabkan karena kualitas dan kesiapan
akuntan asing di negara-negara ASEAN sudah lebih memadai, sedangkan negara kita
Indonesia masih harus memperbaiki dan memantapkan sektor keprofesian di tingkat
nasional. Bila ditahun 2015 Indonesia masih kekurangan tenaga profesi akuntan
Publik, maka bukanlah hal yang mustahil posisi ini akan diisi oleh akuntan
warga negara asing.
Dalam
UU No.5 Tahun 2011 juga sudah dicantumkan secara jelas bahwa profesi Akuntan
Publik Asing dapat berkiprah di negara Indonesia berdasarkan ketentuan yang
sudah ditetapkan. Andai jumlah Akuntan Publik pun sudah memadai namun tidak
diiringi dengan kualitas yang bersaing seperti penguasaan bahasa asing, dan
standar akuntansi internasional (IFRS) maka bisa jadi Akuntan Publik dari
Indonesia akan kalah bersaing dengan Akuntan Publik asing dari negara-negara
ASEAN. Pangsa pasar Indonesia akan banyak dikuasai AP Asing,
perusahaan-perusahaan besar akan lebih memilih AP Asing, yang jauh lebih
menguasai standar akuntansi internasional dan lebih berkualitas.
Dengan
melihat kondisi seperti ini, Indonesia diharapkan mampu mencetak tenaga ahli
Akuntan Publik yang lebih matang dan berkualitas. Ditetapkannya UU No.5 Tahun
2011, juga mampu menambah dan melahirkan Akuntan Publik yang bertaraf
Internasional, yang mampu menguasai IFRS sebagai standar pelaporan internasional.Berikut
adalah link yang menjelaskan uraian UU NO.5 TAHUN 2011 mengenai AKUNTAN
PUBLIK
Sumber
http://ainialmahdali.blogspot.com/2013/11/analisis-undang-undang-akuntan-publik.html
Mustaip, Liana. 2012. "PENGARUH
IMPLEMENTASI IFRS TERHADAP KOMPETENSI AKUNTAN PUBLIK". Skripsi. Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.