NAMA : SARLINDA
NPM : 26210390
KELAS : 3EB01
Penulis : Dewi “Dee” Lestari
Penyunting : Sitok Srengenge
Perancang Sampul : Fahmi Ilmansyah
Penerbit : Bentang Pusttaka,
Yogyakarta
Cetakan : Pertama, Juni 2011
Tebal : 160 Halaman
Madre. Dari judulnya saja, saya beelum mmengerti dan
tidak bisa menerka-nerka apaa maksud dari madre tersebut. Ya, setelah saya mulai membaca lembar demi
lembar, barulah saya tahu, apa makna madre dari judul buku karya Dewi Lestari
ini. Madre adalah sebuah kumpulan karya
selama 5 tahun terakhir Dewi Lestari yang akrab dipanggil Dee. Terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa
pendek. Tai saya disini akan menjelaskan
tentang karya yang berjudul madre seperti nama bukunya.
Siapa dia? Kenapa aku?. Itulah pertanyaan-pertanyaan di pikiran
seorang pemuda bali yang datang ke jakarta karna ada suatu urrusan yang harus
diselesaikan. Pemuda bali itu bernama
Tansen Roy Wuisan. Tansen tidak htahu
kenapa dia harus berada disini. Aneh
buat dirinya dan mungkin orang lain juga beeranggapan seperti itu. Tansen seorang pria berkulit hitam, rambut
gimbal, hidung panjang, mata besar berbulu lentik dan keturunan India manado
berada di TPU etnis Tionghoa dan berdiri di depan nisan bernama Tan Sin Gie.
Beberapa saat kemudian datang
seorang pengacara memberikan sebuah warisan untuknya. Ketika dibuka, warisan tersebut adalah sebuah
kunnci dan secarik kertas yang beisi alammat.
Datanglah ia ke alamat itu agar urusan cepat selesai dan dia bisa pulang
ke Bali. Singkat cerita dia dijelaskan
oleh seorang laki-laki tua berumur sekitar 80-an bernama Hadi bahwa dia adalah
cucu kandung dari Tan Sin Gie. Dalam
sehari kehidupan Tansen berubah, darahnya mendadak seperempat tionghoa,
neneknya ternyata tukang roti, dan dia mendapatkan warisan seorang anggota
keluarga bernama madre.
Madre dalam bahasa Spanyol artinya
Ibu. Madre disini merupakan sebuah
adonan biang untuk membuat roti. Setelah
itu, karena dia bosan, lalu ia pergi ke warnet dan menceritakan perjalanan
hidupnya yang berubah dalam sehari di blog pribadinya. Lalu keesokan harinya ia mengecek blog
pribadinya. Sederet komentar menanggapi
blog ribadinya. Ada 3 kali komentar yang
sama tentang ketertarikannya pada madre, samai-sampai ia mencantumkan nomor
ponselnya. Lalu Tansen memberi pesan ke
seseorang yaang tadi mencantumkan nomor ponselnya. Isi pesannya : “Saya Tansen. Rotinya Nggak dijual. Sori.”.
Tak lama setelah itu hp Tansen menerima panggilan. Ya itu dari orang yang mencantumkan nomor
ponselnya di pesan. Dia adalah Meilan
Tanudwidjaja.
Mei adalah keturunan Tionghoa, mata
Mei terbilang besar dan bulat, warna kulitnya kuning bersih, dan rambutnya
sebahu warnanya rambutnya di cat kepirangan.
Dia sangat tertarik dengan madre.
Perjalanan Tansen dimulailah saat kedatangan Mei. Apakah seorang Tansen yang kerjanya serabutan
di Bali akan bisa membangun kembali toko roti yang sudah lama tidak
berproduksi?. Bagaiman perjuangan Pak
Hadi untuk meyakinkan Tansen?. Bagaimana
kisah cinta yang terjalin antara Tansen dan Mei?. Temukan semuanya dalam Madre.
Kelebihan
Dee adalah seorang penulis yang
selalu ingin tahu. Dari keingintahuannya
itu bisa menghasilkan sebuah karya.
Mungkin, banyak hal-hal kecil yang terlewatkan oleh orang lain, tapi Dee
memikirkan hal itu. Madre adalah suatu
keingintahuannya tentang roti. Ya
begitulah, orang-orang besar memang memperhatikan hal-hal kecil. Tapi saya meyaakini dan belajar dari sebuah
kata “Hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil”. Dee juga penulis yan cerdas, dia mengkritisi
apapun itu dan membuat pembaca mengerti secara detail apa yang dimaksudkan
olehnya.
Kekurangan
Di buku madre ini, jujur saya kurang
bisa memahami puisi-puisi Dee. Kalau
cerita pendeknya bagus dan bisa dipahami, tapi ketika puisi, berulang-ulang
kali saya baca dan hayati, saya bingung.
Butuh pendalaman/pemahaman yang tinggi.
Ya mungkin karena puisi itu adalah bahasa tersirat, jadi aa yang saya
yakini/pahami, mungkin berbeda oleh makna yang dimaksudkan oleh Dee.