Sudah dijabarkan dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Benahi Perlindungan Konsumen,
bahwasanya hak-hak konsumen di Negara kita tercinta ini belum sepenuhnya
ditegakkan. Saya katakan belum
sepenuhnya, karena mungkin beberapa konsumen ada yang telah merasa hak-haknya
sebagai konsumen telah terpenuhi. Tetapi
perbandingan orang-orang yang telah terpenuhi haknya sebagai konsumen sangat jauh
berbeda dengan orang-orang yang merasa bahwa haknya belum terpenuhi.
Jangan kita melihat terlalu jauh persoalan ini ke titik
yang berat, kita lihat saja di lingkungan sekitar kita bahkan mungkin dimulai
dari diri kita sendiri. Ambil contoh
dari salah satu hak konsumen yaitu “hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”.
Di tulisan sebelumnya ada contoh tentang pelayanan rumah sakit yaitu
adanya diskriminatif tentang masalah keuangan.
Ada lagi contoh yang mungkin sering ditemukan di sekitar yaitu misal si
A adalah seorang anak yang mungkin belum terlalu mengerti ketika ingin membeli
barang elektronik. Kita umpamakan si A
adalah anak perempuan berusia 16 tahun.
Lalu ketika dia ingin membeli sebuah elektronik, kita umpamakan
I-Pod. Nah ketika anak itu ingin membeli
dan sebelumnya bertanya ke penjual. Si
penjual seringkali tidak memberikan informasi sepenuhnya. Mereka lebih menekankan kebaikan dari barang
tersebut. Alhasil anak yang masih polos itu
membeli dan biasanya si penjual juga memberikan harga di atas harga pasaran.
Nah
kejadian tersebut banyak kita jumpai di sekitar. Konsumen yang seharusnya mempunyai “hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. Tetapi penjual tidak menegakkan undang-undang
yang sudah berlaku. Dalam hal ini,
mungkin penjual juga tidak mengetahui informasi tentang undang-undang yang
sudah di berlakukan di Negara kita ini atau mungkin saja tahu tapi pura-pura
tidak tahu. Tapi yang jelas, itu hanya
sebagian penjual, tidak semuanya. Dalam
kenyataannya, masih banyak kok penjual-penjual yang jujur, meski itu menjadi
suatu kelompok minoritas di Negara ini.
Banyak
keterkaitan dalam hal ini tentang masalah moral. Agar semua permasalahan di Negara ini ingin
menjadi lebih baik. Dasarnya adalah
perbaikan moral dari setiap individu.
Tidak hanya dalam masalah penjual yang tidak jujur. Di Negara ini, ketidak jujuran dapat kita
sorot dalam hal korupsi. Wakil-wakil
rakyat yang seharusnya mewakili suara-suara rakyat dalam masalah-masalah Negara
tapi mereka malah membuat masalah di Negara kita menjadi besar. Uang rakyat dipakai untuk senang-senang dan
lain sebagainya. Dimanakah hati nurani
mereka? Apa sebenarnya tujuan mereka
masuk dalam kepemerintahan?. Apakah
hanya untuk suatu kebanggaan di tengah lingkungannya?
Kembali ke topik
sebelumnya menegenai penegakkan konsumen, apakah sudah ditegakkan? Sekiranya saya sudah menuliskan contoh,
mungkin, Anda bisa menjawabnya sendiri!?.
Tadi kita telah membahas dari sisi penjual, apakah sebenarnya mereka
mengetahui undang-undang yang ada atau tidaknya / tahu tapi berpura-pura tidak
tahu. Sekarang kita membahas dari sisi
konsumen. Dalam kenyataannya konsumen
itu lemah dalam hal informasi. Mereka
juga pada umumnya lemah atau setidaknya mempunyai keterbatasan dalam mengakses
sumber-sumber daya ekonomi guna menopang kehidupan. Kekuatan modal dan pasar
telah melemahkan kedudukan konsumen, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri.
Dengan kata lain, konsumen memang membutuhkan perlindungan dalam arti yang
sesungguhnya. Lebih daripada itu, konsumen membutuhkan penguatan dan
pemberdayaan untuk dapat (sedikit) meningkatkan daya tawar mereka di hadapan
pelaku usaha.
Tujuan penegakkan undang-undang dalam perlindungan
konsumen dimaksudkan untuk melindungi konsumen.
Tetapi melihat dari kenyataan yang ada, tujuan tersebut menurut saya
belum tercapai. Masih ada makanan-makanan yang kadaluarsa dijual di
pasaran. Bukankah hal itu bisa
mencelakakan nyawa manusia. Iklan-iklan
kartu seluler yang banyak berkata ada bonuslah atau apalah, tapi kenyataannya
itu hanya kebohongan belaka. Misal mau
komplainpun, konsumen terkadang tidak tahu mesti kemana dan berbuat apa. Bisa
saja penjual mengatakan bahwa ada kata-kata untuk membenarkan mereka. Memang iya ada, tapi biasanya kata-kata
tersebut ditulis sangat kecil, jadi ketika ada iklan tersebut, kita hanya
terpusat pada kata-kata yang tulisan dapat kita baca atau hurufnya
besar-besar. Atau mungkin mengelak hanya
kerugian berapa ribu tapi itu bukan hanya satu dua orang yang tertipu. Kalau diakumulasikan pastinya banyak dan penjual
merauk untung dari tipuan-tipuan iklan tersebut.
Salah satu hak
konsumen juga yang menurut saya seperti benar-benar tidak ditegakkan bahkan
seolah-olah hak ini seperti tidak ada, yaitu “hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen”. Sangat disayangklan sekali hal ini ada dalam
undang-undang tapi sepertinya tidak dijalankan sama sekali. Dalam hal ini, pemerintah juga harus tegas
dalam menegakkan undang-undang. Butuh
kerjasama dari semuanya, baik pemerintah, pengusaha/penjual, dan konsumen. Agar hal ini bisa disinergikan menjadi
terwujudnya undang-undang yang berlaku.
Sosialisasi
dari pemerintah, pengusaha dan konsumen yang menegetahui undang-undang tersebut
dan setelah mengetahuinya, hal itu diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Bila hanya salah atu saja
yang mematuhinya, hal ini tidak akan berjalan.
Bukankah ketika apapun dilakukan bekerjasama akan menjadi baik. Nah darisini, mulailah dari diri sendiri
dulu. SEMANGAT :D
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar